Rabu, 28 Januari 2009

Celakalah Musik Indonesia


Industri musik Indonesia saat ini telah mengalami degradasi besar-besaran. Hal ini diakibatkan oleh maraknya pembajakan kaset yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Akibatnya, para musisi dan pihak label tidak bias lagi menggantungkan keuntungan pada penjualan kaset dan piringan cd saja. Meskipun telah banyak hal yang telah dilakukan untuk mengantisipasi pembajakan seperti misalnya, melakukan pembelian lagu via internet, sampai menitipkan cd ke majalah pun tetap tidak bias menghentikan pembajakan. Pemerintah dalam hal ini tersesan diam diri saja menanggapi kasus ini.
Namun, di sisi lain pembajakan juga menguntungkan masyarakat. Khususnya masyarakat menengah ke bawah. Di tengah krisis yang melanda Indonesia, masyarakat menengah kebawah lebih memilih untuk membeli kaset atau cd bajakan yang harganya jauh lebih murah daripada kaset asli. Di lain sisi, hal ini juga menguntungkan artis label secara simbolik, yaitu lagu-lagu mereka dikenal hingga ke lapisan terbawah di dalam sebuah komunitas masyarakat.
Kemunduran Industri musik bukan hanya disebabkan oleh faktor tekhnis seperti maraknya pembajakan saja. Namun ada juga faktor lain seperti lemahnya kualitas musikalitas dari band-band label, peran produser yang mengatur musikalitas berperan besar dalam hal ini. Band-band dan solois yang bermunculan seringkali meninggalkan kualitas bermusik dari segi aransemen, lirik, dan teknik. Yang dikejar hanyalah situasi pasar saja. Hal ini bisa terlihat dari band-band sekarang seperti Kangen Band, de’sister dan masih banyak yang lainya. Lihat saja kualitas lagu dan rekaman mereka yang biasa-biasa saja. Bahkan di salah satu lagu, ada beberapa nada yang fals.
Melihat kondisi saat ini, entah bagaimana nasib Industri musik di Indonesia kedepannya. Sudah seharusnya kita sebagai masyarakat lebih peka terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar kita.

GOLPUT DIHARAMKAN!!

GOLPUT DIHARAMKAN!!
Beberapa waktu lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengumumkan fatwa haram golput. Menurut Prof dr.HM Amin Suma Ma, Fatwa tersebut diturunkan karena melihat banyaknya umat muslim yang tidak menggunakan hak pilihnya pada pilkada dan pemilu tahun-tahun sebelumnya. Selain itu ia menambahkan bahwa sebagai umat muslim wajib hukumnya untuk memilih pemimpin. Fatwa tersebut berisi tentang larangan untuk golput bila dalam pemilihan terdapat pemimpin yang memenuhi kriteria.
Namun, kriteria apa yang dimaksudkan di atas masih kabur sama sekali. Hal ini dikarenakan bahwa setiap individu dalam sebuah masyarakat pasti mempunyai kriteria sendiri-sendiri dalam benak mereka. Selain itu, para calon lagislatif pasti akan mengatakan dan merasa bahwa diri mereka memiliki kriteria dan kapasitas untuk dijadikan sebagai seorang pemimpin bangsa. Maka, jelaslah batasan kriteria tersebut belum jelas sama sekali. MUI tidak menjelaskan apa saja kriteria itu.
Hal yang paling menarik dari putusan MUI tersebut adalah mereka berani mengatakan bahwa bila masyarakat melanggar, hukumnya adalah dosa. Namun, bila anggota MUI yang melanggar fatwa tersebut maka akan diberi peringatan (tidak dosa mungkin). Bagi saya ini lucu. Lebih lucu daripada kelakuan Budi Anduk dalam dalam acara Tawa Sutra XL yang ditayangkan salah satu televisi swasta. Kenapa konyol? Tentu saja ini adalah tindakan yang tak rasional sama sekali. Mereka sudah berani mengatakan bahwa itu adalah dosa, seolah-olah mereka sudah tahu bentuk dosa itu seperti apa. Seakan-akan mereka diperbolehkan Tuhan untuk menghakimi setiap orang yang tidak menjalankan fatwa tersebut dengan ganjaran dosa.
Maksud MUI sebenarnya baik. Mereka mencoba memberikan pendidikan politik dan berdemokrasi . Namun saya kira caranya kurang baik dalam memberikan pendidikan tersebut. Fatwa ini akan membuat proses demokrasi menjadi semakin awut-awutan. Indikatornya adalah masyarakat hanya akan berdemokrasi karena ketakutan akan pernyataan “dosa” yang dikeluarkan oleh MUI tanpa menjalani sebuah proses demokrasi di masyarakat. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena akan semakin sedikit orang yang mengerti tentang apa itu demokrasi, sementara yang dipikirkan hanyalah ketakutan atas sebuah dosa.
Dalam kondisi seperti ini, pertaanyaanya adalah kapan kita menjadi bangsa yang maju? Kapan kita menjadi bangsa yang sadar sendiri akan pentingnya sebuah proses demokrasi yang sehat tanpa jualan sapi-sapi potong.