Rabu, 26 November 2008

Hipotesis Bahasa oleh Whorf-Shapir

Semut kemaren habis membaca sebuah buku yang berkaitan dengan bahasa.Semut juga ingin dong mempelajari bahasa dan budaya manusia-manusia yang rata-rata mempunyai intelektual yang tinggi ( Benarkah???? ).Buku yang di baca semut kemaren judulnya Linguistik Umum,yang di tuilis oleh Soeparno,terbitan PT Tiara Wacana Yogya keluaran tahun 2002.Ada bagian yang menarik perhatian semut kemaren,saat semut membaca sampai halaman 5.Di situ tertulis “ Fungsi Bahasa “.
Fungsi bahasa secara umum di gunakan sebagai alat komunikasi sosial.Bahasa menentukan corak sebuah masyarakat,ataukah sebaliknya masyarakat yang menentukan corak sebuah bahasa.Mana coba yang bener???.Sebelum membuka halaman selanjutya,semut mulai berfikir ,yah walaupun otak semut ini pas-pasan dan gak segede otak sapi tapi semut mau berfikir ( Dari pada orang-orang yang sok pinter dan sok suci yang juga mengaku manusia tapi kalo ngomong gak pernah mikir ).Apa yang jawaban yang paling tepat,ah..semut tahuuu jawabanya ya tentu saja Masyarakat yang menentukan corak bahasa,karena mana mungkin bahsa dapat tercipta tanpa adanya pengaruh perilaku dari masyarakat itu sendiri.
Semut kemudian membuka halaman berikutnya.
Tapi jawaban semut tadi tidak senada dengan jawaban dari sebagaian orang.Ah..semut jadi kurang percaya diri.Yang membuat semut jadi kurang percaya dengan jawabannya adalah om Whorf dan Om Sapir.Menurut mereka,bahasalah yang menentukan corak sebuah masyarakat.Lha??semut jadi bingung tu baca itu..kenapa yah kira-kira??
Hipotesis oleh Whorf-Sapir tersebut di uraikan oleh seseorang yang bernama
Kang En dalam sebuah media massa di tahun 1971.Ada tiga persoalan dalam berbahasa sehingga dapat menentukan corak sebuah masyarakat,yaitu :
1.Masalah Kata Sapaan
Kata sapaan dalam bahasa Indonesia ( Bapak,Ibu,Saudara ) meminjam kata dari perbendaharaan hubungan kekerabatan/famili ( Bapak,Ibu,Saudara ).Hal ini tampaknya mengakibatkan sesuatu yang signifikan,yaitu mengakibatkan masyarakatnya memiliki sifat familier dan nepotis.Mungkinkah berkembangnya nepotisme di negara Indonesia ini di sebabkan oleh perilaku bahasa??.

2.Masalah Kala ( Tenses )
Bahasa Indonesia sebagai bahasa tipe aglutinatif memang tidak mengenal tenses ( kala ).Hal ini mengakibatkan masyarakatnya sangat tidak peduli akan waktu.Terbukti di kehidupan sehari-hari,saat kita membuat janji dengan teman ataupun relasi bisnis dan sosial selalu saja ngaret dari waktu yang telah di tentukan.

3.Masalah kata sapaan ( greeting )
Dalam kehidupan sehari-hari,kata sapaan yang paling banyak di gunakan adalah ”Halo,apa kabar?”.atau hanya ”apa kabar?”.Beda dengan sapaan orang asing,yaitu ”how do you do?”sapaan how do you do berbeda dengan kata apa kabar.How do you do memberikan sugesti untuk mencari informasi dan terbiasa untuk berkerja dan melakukan sesuatu baik dalam perjalanan maupun saat bersantai-santai.Contoh yang paling konkret yaitu membaca buku.Sebaliknya,bangsa yanag memakai salam Apa kabar! Sangat umum di jumpai selalu ngobrol di dalam perjalanan yang sejenis, tanpa melakukan apa-apa dan hanya terus membicarakan masa lalu.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

huyy....mampiiiiir...........

jeleeeek :p