Sabtu, 28 Maret 2009

Militerisasi Amerika


Sejak Amerika menjadi pemenang perang dunia ke II (1939-1942) Amerika dalam hal ini Pentagon mulai membangun pertahanan militer yang kuat. Hal ini diakibatkan Amerika tidak mau terjadi serangan balasan ke negara mereka. Sejak saat itu ratusan perusahaan senjata berkembang di Amerika dan Pentagon mulai melakukan penelitian-penelitian ilmiah yang berkaitan dengan perang. Presiden Amerika ke-34, Eisenhower sempat mengungkapkan akan bahayanya perkembangan militer di Amerika. Ia menyebut perkembangan ini dengan sebutan complex..Ia mengatakan bahwa kebijakan Pentagon untuk mengembangkan senjata akan menuai banyak perang, dengan kata lain Amerika akan semakin membutuhkan banyak perang untuk hal pencitraan kekuatan bahkan nantinya kekuatan militer itu akan merusak segi ekonomi dan politik negara-negara barat khususnya Amerika,
Pidato Eisenhower tersebut mendapatkan response positif dari elit politik negara-negara barat sehingga dibentuklah peraturan yang disebut dengan Posse Comitatus Act (PCA). PCA adalah sebuah peraturan yang melarang militer terlibat dalam upaya penegakan hukum di dalam negeri hingga berdampak pada minimnya anggaran dana yang disediakan oleh militer.
Karena peraturan tersebut, militer Amerika sempat mengalami kevakuman. Namun hal ini segera di antisipasi oleh pihak Pentagon. Secara perlahan mereka mulai mengadakan kerja sama dengan para akademisi, peneliti independen, media massa, produser film, kreator game, produk makanan dan minuman, hingga ke produk peralatan dapur. Tujuanya tak lain adalah penanaman saham di beberapa perusahaan tersebut agar mereka juga mendapatkan keuntungan dimana keuntungan itu digunakan untuk proses militerisasi masyarakat sipil Amerika.
Di sinilah kebodohan masyarakat Amerika. Mereka tidak tahu bahwa mereka telah menjadi bagian dari sistem complex oleh Pentagon. Setelah berhasil menguasai masyarakat mereka sendiri, kemudian lambat laun militer Amerika mulai menginvansi negara-negara lain.

Mereka Di Lupakan (lagi)


Nasib penduduk korban lumpur Lapindo di pengungsian sampai kini masih memprihatinkan. Ancaman gizi buruk dan penyakit mulai menyerang mereka secara perlahan-lahan. Bahkan, hingga kini penyelesaian ganti rugi pun belum tuntas sama sekali. Semua permasalahan yang belum selesai mengenai ganti rugi dan sebagainya kini semakin tenggelam. Berita tentang keadaan masyarakat korban lumpur Lapindo kalah mentereng dengan berita dari partai-partai politik yang ramai-ramai memberikan janji-janji menjelang pemilu 9 April mendatang. Sudah tentu ada permainan politik yang dilakukan oleh oknum-oknum yang harusnya bertanggung jawab pada kasus tersebut. Mereka (oknum-oknum itu) dengan bantuan media berhasil membuat sebagian besar masyarakat kita melupakan masalah Lapindo dan agar fokus ke masalah lainnya. Hal ini akan mengakibatkan masyarakat lupa sehingga kasus bisa tertutup secara perlahan. Pernyataan-pernyataan mereka yang mengatakan bahwa dana ganti rugi sudah digulirkan hanyalah omong kosong belaka. Buktinya,dalam tayangan liputan khusus Tv One hingga kini masih ada ratusan kepala keluarga yang tidak menerima uang ganti rugi sedikit pun. Kalaupun mereka menuntut ganti rugi (lagi) saat ini, apakah pemerintah akan membantu mereka?? Mereka yang mengaku sebagai wakil rakyat kini malah mengambil cuti kampanye untuk mengamankan posisi mereka di parlemen. Memang pemilu kali ini secara tidak langsung telah ikut membunuh sebagian rakyat, seperti korban lumpur Lapindo.

Rabu, 28 Januari 2009

Celakalah Musik Indonesia


Industri musik Indonesia saat ini telah mengalami degradasi besar-besaran. Hal ini diakibatkan oleh maraknya pembajakan kaset yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Akibatnya, para musisi dan pihak label tidak bias lagi menggantungkan keuntungan pada penjualan kaset dan piringan cd saja. Meskipun telah banyak hal yang telah dilakukan untuk mengantisipasi pembajakan seperti misalnya, melakukan pembelian lagu via internet, sampai menitipkan cd ke majalah pun tetap tidak bias menghentikan pembajakan. Pemerintah dalam hal ini tersesan diam diri saja menanggapi kasus ini.
Namun, di sisi lain pembajakan juga menguntungkan masyarakat. Khususnya masyarakat menengah ke bawah. Di tengah krisis yang melanda Indonesia, masyarakat menengah kebawah lebih memilih untuk membeli kaset atau cd bajakan yang harganya jauh lebih murah daripada kaset asli. Di lain sisi, hal ini juga menguntungkan artis label secara simbolik, yaitu lagu-lagu mereka dikenal hingga ke lapisan terbawah di dalam sebuah komunitas masyarakat.
Kemunduran Industri musik bukan hanya disebabkan oleh faktor tekhnis seperti maraknya pembajakan saja. Namun ada juga faktor lain seperti lemahnya kualitas musikalitas dari band-band label, peran produser yang mengatur musikalitas berperan besar dalam hal ini. Band-band dan solois yang bermunculan seringkali meninggalkan kualitas bermusik dari segi aransemen, lirik, dan teknik. Yang dikejar hanyalah situasi pasar saja. Hal ini bisa terlihat dari band-band sekarang seperti Kangen Band, de’sister dan masih banyak yang lainya. Lihat saja kualitas lagu dan rekaman mereka yang biasa-biasa saja. Bahkan di salah satu lagu, ada beberapa nada yang fals.
Melihat kondisi saat ini, entah bagaimana nasib Industri musik di Indonesia kedepannya. Sudah seharusnya kita sebagai masyarakat lebih peka terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar kita.

GOLPUT DIHARAMKAN!!

GOLPUT DIHARAMKAN!!
Beberapa waktu lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengumumkan fatwa haram golput. Menurut Prof dr.HM Amin Suma Ma, Fatwa tersebut diturunkan karena melihat banyaknya umat muslim yang tidak menggunakan hak pilihnya pada pilkada dan pemilu tahun-tahun sebelumnya. Selain itu ia menambahkan bahwa sebagai umat muslim wajib hukumnya untuk memilih pemimpin. Fatwa tersebut berisi tentang larangan untuk golput bila dalam pemilihan terdapat pemimpin yang memenuhi kriteria.
Namun, kriteria apa yang dimaksudkan di atas masih kabur sama sekali. Hal ini dikarenakan bahwa setiap individu dalam sebuah masyarakat pasti mempunyai kriteria sendiri-sendiri dalam benak mereka. Selain itu, para calon lagislatif pasti akan mengatakan dan merasa bahwa diri mereka memiliki kriteria dan kapasitas untuk dijadikan sebagai seorang pemimpin bangsa. Maka, jelaslah batasan kriteria tersebut belum jelas sama sekali. MUI tidak menjelaskan apa saja kriteria itu.
Hal yang paling menarik dari putusan MUI tersebut adalah mereka berani mengatakan bahwa bila masyarakat melanggar, hukumnya adalah dosa. Namun, bila anggota MUI yang melanggar fatwa tersebut maka akan diberi peringatan (tidak dosa mungkin). Bagi saya ini lucu. Lebih lucu daripada kelakuan Budi Anduk dalam dalam acara Tawa Sutra XL yang ditayangkan salah satu televisi swasta. Kenapa konyol? Tentu saja ini adalah tindakan yang tak rasional sama sekali. Mereka sudah berani mengatakan bahwa itu adalah dosa, seolah-olah mereka sudah tahu bentuk dosa itu seperti apa. Seakan-akan mereka diperbolehkan Tuhan untuk menghakimi setiap orang yang tidak menjalankan fatwa tersebut dengan ganjaran dosa.
Maksud MUI sebenarnya baik. Mereka mencoba memberikan pendidikan politik dan berdemokrasi . Namun saya kira caranya kurang baik dalam memberikan pendidikan tersebut. Fatwa ini akan membuat proses demokrasi menjadi semakin awut-awutan. Indikatornya adalah masyarakat hanya akan berdemokrasi karena ketakutan akan pernyataan “dosa” yang dikeluarkan oleh MUI tanpa menjalani sebuah proses demokrasi di masyarakat. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena akan semakin sedikit orang yang mengerti tentang apa itu demokrasi, sementara yang dipikirkan hanyalah ketakutan atas sebuah dosa.
Dalam kondisi seperti ini, pertaanyaanya adalah kapan kita menjadi bangsa yang maju? Kapan kita menjadi bangsa yang sadar sendiri akan pentingnya sebuah proses demokrasi yang sehat tanpa jualan sapi-sapi potong.

Selasa, 30 Desember 2008

Empat Versi Gerakan 30 September 1965

Memang, perihal Gerakan yang mengatasnamakan PKI pada tanggal 30 September 1965 sampai hari ini belumlah terungkap siapa dalang dan apa yang melandasi terjadinya kejadian penculikan Jenderal-Jenderal kenamaan pada saat itu. Namun, para penulis buku dan sejarawan yang melakukan riset atas kejadian itu terbagi menjadi empat golongan dengan versinya sendiri-sendiri dan dengan argumentasinya sendiri-sendiri. Ke-empat versi itu adalah :

1.Kelompok pertama meyakini, Partai Komunis Indonesia ada di belakang G30S. Selama 30 tahun lebih, pemerintahan Soeharto menyosialisasikan pendapat ini kepada bangsa Indonesia, termasuk melalui film G30S/PKI yang ditayangkan di televisi tiap menjelang peringatan G30S
2.Kelompok kedua meyakini, G30S adalah karya ulung Soeharto dengan bantuan sejumlah negara Barat, khususnya Amerika dan Inggris. Orang-orang PKI setelah mengecap kebebasan penuh pasca-Orde Baru dan korban Soeharto lainnya paling keras menyuarakan pendapat ini. Di kalangan Barat, tidak sedikit yang berpendapat sama, antara lain Willem Oltman (almarhum), wartawan Belanda yang gigih menghantam rezim Soeharto serta Prof Scott dari Amerika.
3.Kelompok ketiga meyakini, Presiden Soekarno adalah dalangnya. Paling tidak, sejak awal Soekarno tahu tetapi membiarkannya karena sikapnya yang tidak suka terhadap jenderal-jenderal kanan pimpinan AH Nasution. Banyak perwira tinggi TNI mempercayai pandangan ini.
4.Kelompok keempat berpendapat, G30S sepenuhnya masalah internal Angkatan Darat (AD), yaitu perpecahan antara para Jenderal kanan yang borjuis dan para perwira revolusioner seperti Brigadir Jenderal Soepardjo, Kolonel Latief, dan Letkol Untung. PKI hanya korban. Soekarno menganut faham ini.

Mana yang benar, masih memerlukan penelitian dan pengkajian yang mungkin memerlukan waktu yang relatif lama. Hal ini dikarenakan banyak saksi sejarah pada peristiwa itu telah meninggal dunia. Terjadinya banyak perbedaan pendapat mengenai dalang dan motivasi gerakan tersebut terjadi karena beberapa hal (menurut saya) yaitu :
1.Penelitian hanya dilakukan tanpa adanya analisis yang kritis.
2.Masih adanya motivasi dendam. Sehingga penelitian berjalan tidak subyektif.

Minggu, 28 Desember 2008

BHP : Upaya Pembungkaman Mahasiswa

Hampir di setiap kota-kota besar, di depan kantor DPRD maupun di depan gedung-gedung rektorat universitas akhir-akhir ini selalu dihiasi oleh demonstrasi dari para mahasiswa. Demostrasi tersebut dilakukan sebagai upaya penolakan atas Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan ( UU BHP) yang telah ditetapkan pemerintah sejak 19 Desember lalu.
Pemerintah melalui Mr. Bambang Sudibyo mengatakan bahwa UU BHP tersebut di buat untuk memudahkan rakyat miskin agar bisa menikmati perguruan tinggi. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa pemerintah memberikan bantuan 20% beasiswa pada rakyat miskin agar bisa masuk kuliah. Memangnya, penduduk miskin kita yang hendak berkuliah hanya sebesar 20% dari berjuta-berjuta rakyat?? Ia kembali menegaskan bahwa semua infrastruktur kampus di tanggung oleh pemerintah. Bukankah ini berarti bahwa pemerintah hanya mengurusi bangunan kampus saja dan tidak peduli bila biaya kuliah menjadi mahal karena pemerintah tidak lagi memberi subsidi pada kampus-kampus negeri maupun swasta yang banyak ini. Berita terbaru yang saya terima, kemungkinan 40% perguruan tinggi akan pailit karena adanya UU BHP.
Sebagai catatan, menurt Komisi Nasional Perlindungan Anak tahun 2007 silam, sebanyak 33,9 juta anak Indonesia dilanggar hak pendidikannya, 11 juta anak usia 7-8 tahun buta huruf dan sama sekali belum pernah mengecap bangku sekolah dan sisasnya putus sekolah di tengah jalan. Bila dilihat lebih detail, ada 4.370.492 anak putus sekolah dasar dan 18.296.332 anak putus sekolah tingkat pertama. Adapun 11 juta sisanya ( lebih dari 30%) anak buta huruf karena tidak pernah bersekolah. Bahkan, hanya 70,85% masyarakat miskin di Indonesia yang bisa mendapatkan akses pendidikan sampai pada jenjang pendidikan menengah saja, sementara kelompok kaya mencapai 94,58%. (Data diambil dari tulisan Emile A. Laggut, edisi Kompas, Jumat 26 Desember 2008). Lalu, kenapa pemerintah hanya memberikan bantuan sebesar 20% saja??? Kenapa pak Dibyo???
UU tersebut juga akan berdampak lain kepada mahasiswa yang kini bukan hanya berstatus sebagai pelajar saja, melainkan juga mempunyai status menjadi penggerak revolusioner bagi bangsa ini. Saya menilai, UU yang akan membuat biaya kuliah menjadi sangat mahal tersebut akan mengakibatkan mahasiswa terkonsentrasi penuh pada kuliah dan tidak lagi akan ikut mencampuri urusan pemerintah yang sampai saat ini masih belum pro terhadap rakyat. Bagaimana tidak, mahasiswa juga mempunyai tanggung jawab terhadap orang tua mereka sebagai orang yang membiayai segala kebutuhan pada waktu kuliah. Teorinya, daripada semakin membebankan orang tua, maka haruslah cepat lulus dari sebuah universitas. Untuk lulus dengan cepat, diperlukan kerja keras dan belajar terus menerus. Hal ini akan mengakibatkan mahasiswa akan terkonsentrasi penuh terhadap kuliah, dan lama kelamaan tidak akan ikut campur dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Hal ini juga diterapkan di Negara tetangga, Malaysia.
Ada beberapa alasan mengapa saya mengatakan hal tersebut. Pertama, dalam beberapa dekade terakhir, keputusan-keputusan pemerintah yang tidak pro rakyat selalu mendapat perlawanan dari mahasiswa melalui Lembaga pers mahasiswa, tulisan di pers umum maupun secara demonstrasi. Seperti yang terjadi pada tahun 1966 dan tahun 1998 ketika para mahasiswa berhasil meruntuhkan rezim yang berlaku pada masa itu.
Kedua, mahasiswa adalah kaum intelektual yang paling dekat dengan rakyat pada saat ini, karena pada dasarnya mereka adalah bagian dari rakyat itu sendiri. Mereka merasakan betul kondisi rakyat dibanding para wakil-wakil rakyat di parlemen maupun presiden yang terlihat sok tahu akan keadaan dan kemauan rakyat.
Ketiga, mahasiswa adalah orang-orang yang berfikiran kritis dan mempunyai ide-ide pembaharuan yang dapat mengubah konsep dan sistem pemerintahan.
Dengan pertimbangan itulah, pemerintah berniat membungkam pikiran dan hati mahasiswa melalui UU BHP agar mahasiswa tidak lagi mencampuri urusan politik dalam negeri dan lebih terkonsntrasi pada kuliah. Karena bila tidak dibungkam, yang ditakutkan adalah ketika tiba waktunya mahasiswa-mahasiswa tersebut akan kembali bersatu dan akan kembali meruntuhkan sebuah rezim dengan konsep dan sistem yang telah disusun sedemikian rupa yang katanya untuk kepentingan rakyat.
Entah dinilai provokasi atau tidak, tapi inilah yang akan terjadi bila UU BHP yang telah di sahkan tersebut dijalankan birokrat kampus. Sudah saatnya kita bersama-sama mematuhi amanat dari pejuang-pejuang pendidikan yang dijadikan pedoman dalam pembuatan UU No.20 Tahun 2003 yang mengatur prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional yang demokratis, berkeadilan, manusiawi, tidak diskriminatif, serta menjunjung tinggi HAM dan nilai-nilai kultural.

Kamis, 25 Desember 2008

BHP Dan Pendidikan

Beberapa waktu yang lalu, Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) telah di sahkan oleh tuan-tuan "wakil rakyat" yang katanya pro rakyat dan terhormat. UU BHP tersebut memuat tentang metode pendidikan yang baru, yaitu rakyat juga ikut menangung biaya pendidikan. Selain itu UU ini menyebutkan bahwa 20 persen operasional dibiayai pemerintah. Untuk investasi dan bangunan seluruhnya dibiayai pemerintah.
UU BHP juga menetapkan perguruan tinggi negeri atau PTS wajib memberikan beasiswa sebesar 20 persen dari seluruh jumlah mahasiswa di lembaganya.PTN yang katanya mahal, nantinya hanya boleh mengambil dana masyarakat sebesar 1/3 dari biaya operasional. Ada sanksi bagi yang melanggarnya.
Namun, niat pemerintah yang katanya untuk memudahkan masyarakat miskin untuk berkuliah ini mendapatkan banyak perlawanan dari mahasiswa. Semenjak rancangan itu dibuat, beberapa demonstrasi mewarnai di setiap kampus hingga saat ini setelah RUU tersebut telah di sahkan, demonstrasi pun tak kunjung mereda. Pertanyaanya, kenapa para wakil rakyat dan mahasiswa-mahasiswa tersebut tidak satu pikiran?? Dan kenapa para anggota DPR mensahkan RUU tersebut?
Menurut sudut pandang saya sebagai mahasiswa dan juga sebagai rakyat, UU BHP akan membuat orang-orang miskin kesulitan untuk mengenyam pendidikan tinggi. Memang, sudah disebutkan bahwa akan ada beasiswa dan kemudahan untuk masuk kuliah sebesar 20% rakyat miskin. Namun, apakah pemerintah sudah yakin bahwa orang miskin di Indonesia hanya 20% dari keseluruhan penduduk?? Pernahkah anggota-anggota dewan tersebut turun langsung ke lapangan, dan melihat realita sebenarnya di lapangan??? Realita yang saya tahu (maaf bila pandangan saya berbeda dengan teman-teman semua) banyak teman-teman saya di kampus yang putus kuliah karena kesulitan biaya. Kalau BHP sudah mulai di terapkan, bagaimana kelanjutanya saya tidak bisa membayangkan.
Kedua, dalam UUD disebutkan bahwa pendidikan di tanggung oleh pemerintah. Bila pemerintah hanya menanggung biaya pembangunan untuk universitas, lalu apa yang akan diterima oleh calon mahasiswa selain akan mahalnya biaya kuliah?? Yang mampunyai uang banyak, tentu hal ini bukan masalah.
Ketiga, apakah mungkin ada niatan untuk membuat mahasiswa-mahasiswa Indonesia menjadi sama dengan para mahasiswa di malaysia yang tidak boleh berpolitik dan harus 100% konsen ke kuliah??? Dengan adanya BHP dan biaya kuliah menjadi naik karena kampus tidak mendapat subsidi lagi kecuali 20% oprasional untuk bangunan dan investasi, maka mereka (pemerintah) membuat paradigma bahwa mahasiswa yang mendapatkan pendidikan dengan mahal tidak boleh menyianyiakan waktu dengan hal lain kecuali belajar. Hal ini dapat terjadi karena keputusan-keputusan pemerintah yang tidak pro rakyat selalu di tentang oleh mahasiswa.
Seperti kata Taufik Ismail, " Mahasiswa takut dengan dosen. Dosen takut dengan rektor. Rektor takut pada menteri. Menteri takut pada Presiden, da Presiden takut pada MAHASISWA!!