Jumat, 12 Desember 2008

Realita Generasi Baru

Antara hidup dan mati. Mungkin itulah pernyataan yang banyak di lontarkan oleh wanita-wanita yang kini telah menjadi ibu di seluruh dunia. Tidaklah gampang berjuang di tengah lembah kematian untuk melahirkan kita di dunia ini. Tapi percayalah, rasa sakit yang dirasakan akan hilang begitu saja ketika ibu mendengar jerit tangis pertama kita di dunia ini. Hidup atau mati tak dipedulikan lagi asalkan bisa melahirkan bayi yang sembilan bulan sepuluh hari tepatnya berada di rahimnya.
Kita, yang dilahirkan, sudahl tentu diharapkan menjadi anak yang berbakti pada orang tua, berprestasi di bidang akademik, menjaga nama baik keluarga, dan menjadi orang yang berguna bagi keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Sebuah harapan yang selalu mengalir dari setiap doa yang dipanjatkan kepada-Nya.
Harapan-harapan itu juga ditanamkan kedua orang tua saya. Tak ada hentinya mereka memberi nasihat yang bermanfaat bagi saya agar bisa menempuh study dengan lancar penuh kebanggaan. Tapi, realita hidup yang saya jalani bertolak belakang dari teori-teori yang acapkali saya baca di buku dan yang di nasehatkan oleh mereka. Sebuah realita dimana saya berada dalam kebimbangan besar dalam menempuh study. Nilai-nilai saya banyak yang kurang memuaskan. Padahal, saya belajar.
Suatu hari saya berfikir, apakah yang harus dilakukan agar nilai saya naik. Apakah yang harus saya lakukan agar tugas-tugas perkuliahan saya juga mendapatkan nilai yang baik. Perlukah saya mencotek teman-teman yang lain saat ujian, perlukah saya mengerpe saat ujian, atau perlukah saya selalu copy-paste dalam mengerjakan tugas-tugas saya? Sama seperti mahasiswa-mahasiswa lainnya yang selalu mendapatkan nilai bagus bila menjalankan langkah-langkah itu.
Namun, saya menilai cara-cara tersebut malah akan membuat malu orang tua saya. Memang, saya yakin study akademik saya akan membaik (saya pernah melakukanya,dari nyontek hingga ngerpe) dalam segi nilai. Tapi dalam sebuah proses, saya bisa dikatakan gagal. Memang (lagi) saya akan mendapatkan pujian dari orang tua ataupun teman-teman terdekat saya, namun hal itu akan membuat saya mengingkari harapan dan tanggung jawab yang saya pikul.
Saya kembali teringat sebuah harapan dari mereka, bahwa saya harus bisa berguna bagi bangsa dan negara ini. Dengan kondisi bangsa Indonesia yang tak karuan seperti sekarang, orientasi saya hanya membahagiakan orang tua. Tapi pertanyaanya, apakah mereka akan bahagia bila saya mendapatkan pekerjaan yang bukan hasil study saya di sebuah fakultas? Apakah mereka akan bahagia bila tujuan hidup saya hanya mencari uang untuk mereka dengan mengorbankan idealisme saya selama 10 tahun terakhir? Saya yakin jawabanya tidak. Karena orang tua manapun akan sangat tidak bahagia bila anak-anak mereka melacurkan iedeologi hanya untuk sebuah sistem kapitalis walaupun di tengah krisis seperti ini.
Lantas apa yang saya bisa berikan untuk negara bila saya hanya duduk di depan televisi dan menunggu sinetron kesukaan saya. Acuh terhadap berita. Apa yang bisa saya dan kita berikan untuk masyarakat bila hanya bisa berdiam diri di rumah, berpesta dan acuh terhadap keadaan sekitar. Apa yang bisa kita berikan pada negara bila kita terus sibuk memperdebatkan kebudayaan barat tanpa mempedulikan budaya kita sendiri. Apa yang bisa kita berikan bila hanya sikut-sikutan memperebutkan kekuasaan di pemerintahan, maupun lembaga-lembaga masyarakat. Apa yang bisa kita berikan untuk otak kita bila hanya duduk dua jam didepan komputer hanya untuk mengutak-utik friendster, atau situs-situs kontak jodoh lainya.( saya juga punya friendster, di b3nteng_bass_dezta@yahoo.co.id) tanpa diselingi membuka situs-situs bermanfaat seperti google.com, wallstreetjournal.com, kompas,com dan lain sebagainya.
Apa yang bisa kita berikan untuk mereka bila hanya merenungi nasib karena ditinggal seorang kekasih. Sebuah generasi penerus dari gen orang tua kita haruslah lebih baik dari pemberi gen tersebut. Kira-kira begitulah yang dikatakan Fidel Castro sebelum iapensiun menjadi presiden Cuba.
Tapi hidup ini pilihan. Sebuah pilihan harus di ambil secara tegas untuk memenuhi tanggung jawab terhadap keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

Tidak ada komentar: